Di film-film Jepang banyak pemeran utama adalah seorang wanita. Seperti di film Sailor Moon, Magic Knight Rayearth, Card Captor Sakura, Hana Yori Dango, Hanazakari no Kimi Tachi e, Hotaru no Hikari, The Third dan masih banyak lagi.
Sepertinya Jepang sangat menyukai sosok wanita yang perkasa ya, maksudnya yang berkarakter kuat dan tak mudah di jajah pria ^^a.
Dalam paham Eco-Feminisme mengatakan bila wanita mulai dijajah pria maka alam akan rusak karena hilangnya sifat kasih sayang (Feminin) pada wanita. Jika wanita menderita maka alam akan menderita. Paham Eco-Feminisme berpendapat bahwa wanita punya kemampuan memahami alam lebih dari pada pria.
Oleh karena itu, wanita memegang peranan yang sangat penting dalam pengelolaan alam. Namun bukan berarti pria yang merusak alam. Di sinilah kelemahan paham Ecofeminisme. Karena menganggap hanya wanita yang punya sifat kasih sayang. Pria juga punya sifat kasih sayang selama hati nuraninya tidak buta.
Saya mencoba memunculkan sebuah pemahaman baru bernama Eco-Japaneseme yaitu baik pria maupun wanitanya sama-sama memiliki sifat kasih sayang terhadap alam. Dan wanita-wanita di Jepang mempunyai semangat bertarung yang tidak kalah dengan laki-laki. Sehingga wanita tidak mudah dijajah serta alam dan manusia dapat bersatu.
Oleh karena itu kesatria wanita seperti di film-film Jepang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia untuk membela lingkungan di Indonesia. Para kesatria itu diantaranya yang saya kenal adalah Ibu Bebassari selaku Ratu Sampah Indonesia, Ibu Endang Suprihatini selaku Pengelola Sampah Organik terbaik sekabupaten Bogor, Ibu Irma Mutia Pendiri Bank Sampah Fanasa, Adeline seorang anak gadis berusia 12 tahun pendiri Klub Sahabat Alam, Desty Dwi Sulistyowati pendiri CV. Amuraki Agro Mandiri dan saya sendiri Putri Jasari Dona pendiri Rumah Hijau Jaticempaka sebagai rumah edukasi lingkungan dan masih banyak lagi kesatria wanita yang berjuang keras demi kelestarian alam.