Pakaian adalah benda mati yang paling dekat dengan tubuh,
tidak heran bila benda mati itu begitu banyak mendapat perhatian dari pihak
luar. Dengan cepat orang luar dapat menerka kepribadian diri kita dari cara
berpakaiannya. Oleh karena itu, bisa dibilang pakaian adalah cerminan dari
kepribadian diri.
Ahli psikologi berpendapat, seseorang yang kurang percaya
diri akan bertambah kepercayaan dirinya bila model pakaiannya mendukung
karakternya sehingga lebih percaya diri. Oleh karena itu, pakaian sangat
mempengaruhi kondisi jiwa seseorang. Dari mulai warna pakaian, model pakaian,
tekstur bahan dan ketebalan bahan. Pakaian yang sesuai dengan kepribadian akan
menjadi nyaman dan mententramkan hati.
Sehingga, kebebasan seseorang menentukan cara berpakaiannya
adalah hak azasi bagi manusia. Namun sesuai petunjuk Allah dalam Al-Quran surah
Al-Araf 26 pakaian yang baik adalah yang menutup aurat dan indah dipandang
(enak dilihat).
Batas aurat sendiripun tak pernah dikatakan dalam Al-Quran.
Prof Dr. Quraish Syhab seorang ahli tafsir Al-Quran dan mantan menteri agama republik
Indonesia berpendapat “Penarikan batas
aurat tidak ada di dalam Al-Quran”. Batas-batas aurat bisa dirasakan sendiri
oleh hati nurani. Batas mana yang bisa menimbulkan syahwat dan yang tidak. Sehingga
Dr. Quraish Syhab berpendapat berpakaian yang dinilai terhormat sudah menutup
aurat.
Namun…. Berbeda dengan pandangan orang-orang di zaman
sekarang. Pakaian seolah adalah sesuatu yang ritualis. Memiliki syarat-syarat
mutlak yang harus dipenuhi untuk mendukung agamanya. Orang beragama harus
berpakaian begini, modelnya begini, tidak boleh begitu, harus tertutup bagian
ini, batasnya segini, warnanya begini dll. Hal ini khususnya bagi seorang
wanita. Dan bila ada yang tidak sesuai dengan syarat tersebut, seseorang akan cepat
menilai, ia kurang beragama, ia kurang beriman, ia orang yang kurang baik dll.
begitupun laki-laki, pakaian yang ke arab-arab-an biasanya
dipandang memiliki agama yang baik.
Dari pola pikir dan paradigma seperti ini
banyak orang melupakan tugas agama yang sebenarnya yaitu sebagai penyempurna
ahlak. Agama untuk mensucikan hati dari sifat iri, dengki, sombong, riya, putus
asa dll. Agama juga mengajarkan untuk jujur, tanggung jawab, berbuat adil,
peduli kepada sesama dan menjaga kelestarian lingkungan. Karakter dan jati diri
dari jiwa yang sebenarnya menjadi terkubur oleh penampilan luarnya yang agamis,
yang ritualis, yang sesuai dengan tuntutan orang-orang untuk menjadi seorang
yang beragama.
“pakaianku sudah sesuai agama, aku adalah orang yang beragama
dan aku akan masuk surga”
dengan pola pikir seperti ini, preman berpakaian agamis pun
takkan merasa bersalah, pembunuh berpakaian agamis pun takkan merasa bersalah,
pembuat keonaran berpakaian agamis pun takkan merasa bersalah dan perusak bumi
berpakaian agamis pun juga takkan merasa bersalah.
NB: dipostkan juga di The Kalam of Sustainable Life - Facebook
Tidak ada komentar:
Posting Komentar